
‘Lengan cewek tuh kayak gitu dong Lin..’ Kata salah satu teman laki-laki saya. Waktu itu kami habis latihan Aikido. Saya dan beberapa teman latihan mampir makan malam di kedai Ayam Bakar ‘G’ dekat Dojo.
Saat kami makan ada beberapa cewek imut pada zamannya duduk makan ga jauh dari meja kami. Gaya busananya seperti pegawai kantoran. Gaya dandannya seperti tipikal perempuan yang ‘dianggap’ cantik pada umumnya di masa itu mungkin juga sampai sekarang. Kulit putih, alis tinggi ala KD, rambut lurus panjang terurai, langsing dan..kecil lengannya.
Banyak perempuan masa itu yang merasa dirinya ga masuk kategori diatas lalu berlomba-lomba beli krim pemutih kulit, mencatok rambut, atau diet ga makan nasi supaya singset dan kecil lengannya. Masa itu juga marak keanggotaan Gym. Beberapa teman saya sempat beli keanggotaan Gym walaupun akhirnya hanya bertahan beberapa bulan saja.
‘Biar aja lengannya gede, yang penting perutnya kecil.’ Jawab saya waktu itu. Sebagai perempuan saya sebenarnya berusaha juga menjaga penampilan dengan beli krim pemutih yang ada SPF nya. Bukan ingin kulit wajah terlihat lebih putih, tapi karena harus panas-panasan naik turun angkutan kota saya merasa perlu pakai krim pelindung kulit. Kalau memang di dalamnya ada kandungan yang bikin kulit saya jadi lebih putih itu saya anggap bonus saja. Rambut saya kebetulan lurus, saya potong pendek supaya praktis dan ga ngalangin saat berlatih Aikido. Kebetulan juga walaupun makannya banyak perut saya termasuk kecil karena rajin latihan. Menurut saya masalah saya cuma di lengan, itu juga sebagai konsekuensi dari rajin latihan Aikido yang dominan tumpuan geraknya ada di lengan. Jadi saya ga menjadikan kriteria ‘cantik’ seperti anggapan orang kebanyakan saat itu sebagai suatu standar yang harus dipenuhi dan merasa ga fair aja kalau dianggap ga cantik karena ukuran lengan.
‘Don’t be an eye candy, be food for the soul.’ Ungkapan ini menarik dan jadi motto saya. Di kantor ada juga teman-teman yang rela datang lebih pagi supaya bisa dandan dan mencatok rambutnya supaya bisa tampil prima. Belanja pakaian dan barang-barang branded, walaupun nyicil yang penting penampilan dan ‘be an eye candy’. Saya ga merasa harus melakukan itu, ga juga melihat teman-teman saya itu sebelah mata. Terserah mereka aja, tapi saya lebih tertarik untuk ‘be food for the soul’ saya menganggap cantik itu adalah kalau kita merasa percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki, punya karya-karya nyata yang dapat menginspirasi orang lain, dan dapat menjadi manfaat bagi orang banyak. Punya pikiran dan hati yang bersih, positif dan iklas dalam menjalani hidup. Dari sana akan muncul perasaan puas dan bahagia kemudian terpancar keluar yang dikenal orang-orang sebagai ‘inner beauty’.
Sejalan dengan waktu dan jalan hidup yang saya alami saya mulai sadar kalau sebagai wanita harus juga rajin merawat diri. Bukan untuk orang lain tapi dalam rangka menghargai diri sendiri dan membuat diri sendiri merasa lebih baik. Belajar bagaimana berpenampilan yang baik, cara membawa diri dalam pergaulan, cara menghargai orang lain, meningkatkan pengetahuan dan wawasan sambil terus berkarya.
Banyak wanita-wanita hebat yang menginspirasi di sekitar. Apalagi dengan adanya sosial media, menyenangkan melihat orang-orang yang berani berekspresi, jadi dirinya sendiri, bahagia dengan peran dan pencapaiannya sebesar apapun itu, dapat memberi manfaat bagi orang lain dan tetap terlihat cantik dan menarik. Pada akhirnya sebagai wanita saya terinspirasi untuk terus belajar mengekspresikan diri lebih baik tanpa harus kehilangan jati diri, merasa merdeka dan setuju dengan ungkapan ‘Don’t be just an eye candy or be food for the soul..be both.’
EM/Lifestyle